Selasa, 30 September 2014

GESTAPU Lalu

Tepat 49 tahun lalu
Perebutan kekuasaan membutakan mata, bahkan pikiran
Nyawa disandingkan dengan gagasan general
Ketika berbeda, maka ia layak dibunuh, dianiaya, dan diasingkan
Sebagian tak jelas keberedaannya sampai sekarang.

Dalang peristiwa ini belum pasti. Soeharto, PKI, negara adidaya di sebelah barat dunia, atau Soekarno seperti yg ditayangkan dalam film G30S semasa dulu. Bahkan, yg lebih parah, peristiwa ini bisa jadi bola panas tak bertuan yg terpaksa memakan korban. Tidak ada kepastian jumlah nyawa yg melayang.

Hampir setengah abad silam peristiwa pembantaian ini tak tertuntaskan. Mengapa tidak coba menarik nilai kenanusiaan di balik semua ini.

Ketika pandangan diburamkan hawa nafsu kekuasaan. Ketika manusia mengambil alih peran tuhan. Korban berjatuhan. Fana.

Kenapa harus kekuasaan? Padahal manusia telah memiliki kewenangan atas dirinya sendiri? Kenapa harus terbuai nafsu? Ketika takdir telah memaksa untuk selalu bersyukur?

Kehidupan berputar. Mengulang pola yg sama, meski dengan aktor yg berbeda.


Sabtu, 09 November 2013

Kenapa Angka?

Disudutkan bukan berarti diam
Disudutkan berarti memliki waktu lebih untuk pengamatan
Entah oleh manusia, atau semesta yang maha baik
Manfaatkan keadaan!



Bermula dari "kenapa?"
Deretan angka mulai muncul dalam kepala
Terlebih pada angka 2

2 bukan beda dengan 3,4,5, dan seterusnya
Tanpa 2, deretan angka tidak sempurna
Dan dengan berkembangnya 2 akan muncul 12,22,32, dan seterusnya

1 sebagai awalan
Tapi jangan lupakan 0 sebagai landasan
Dan untuk 9, engkau sebagai yang terbesar

Terbesar bukan berarti segalanya
Karena 3 akan muncul sebagai hasil penjumlahan dari semua
Percuma besar kepala

7 dikenal dengan keberuntungan
Tapi ia tidak sendiri karena ada 8
4 dan 6 tak perlu merasa kecil, pembuktian nyata jadi legenda

Wahai 5, tetaplah jadi penyeimbang
Bahkan sebagai penerang semesta

Deretan angka bersifat horizontal
Masing-masing telah memiliki peran
Sejalan, seiring, hingga mencipta

Setelah tercipta, kita akan membuka mata
Bahwa deretan vertikal muncul kemudian
Bukan diawal seperti biasa digunakan

Coba pikirkan...

Selasa, 11 Juni 2013

Semoga


Aku butuh jalan keluar
Sebuah jalan yang menuntunku pada keabadian
Bukan sekedar pelarian yang hanya memberikan fana kebahagiaan
Sesaat, kemudian ia hancurkan, lagi, hingga tak bersisa

Aku bukannya mencari kebahagiaan lain
Aku hanya jenuh pada realita yang itu-itu saja
Aku butuh warna berbeda!
Sebuah warna yang tak pernah kurasakan sebelumnya

Sejatinya aku hanya seorang anak manusia
Tak pernah puas dengan kebahagiaan dunia
Aku butuh lebih dari itu semua
Kebahagiaan murni dan menikmati semesta

Aku tidak gila, dan aku yakin itu!

Entah apa yang membuatku menjadi seperti ini
Senang berteriak dalam kebisuan
Senang tersenyum dalam kepedihan
Dan senang merenung untuk mencari hakikat kehidupan

Sekali lagi, aku tidak gila

Senin, 11 Februari 2013

Sektor Vital


Bismillah...

Barusan saya berbincang dengan rekan seperjuangan di media cetak kampus (Majalah) yang saya geluti kurang lebih dari tahun kemarin. Kali ini perbincangan mengenai konten rubrik untuk edisi selanjutnya. Bermula dari masukan-masukan yang berujung pada perdebatan.


Untuk edisi depan majalah tersebut bertemakan "Rahasia SUPERSEMAR". Dari tema sudah dapat ditebak apa konten yang akan terisi nanti. Namun, rekan saya tersebut mengusulkan tentang "ketahanan pangan", pasalnya Presiden kita saat ini, Susili Bambang Yudhoyono menggalakan ketahanan pangan dalam negeri namun kenyataanya impor masih terus dilakukan. Alhasil, petani dalam negeri makin tercekik sebagai dampak dari fenomena ini.

Sejatinya Ibu Pertiwi memiliki kekuatan dalam sektor pangan (pertanian, peternakan, dan perikanan) ditambah lagi kekuatan pajak dalam pemasukan ekonomi negara. Pada negara maju, memiliki pertahanan yang super ketat untuk menjaga stabilitas negaranya. Karena dari kekuatannya itulah negara mereka dipandang dimata dunia.

Sejak zaman penjajahan Belanda sektor vital ini (pangan-pajak) telah dijaga kesuciannya, namun pada zaman kemerdekaan sektor vital ini semakin terjaga setelah diberlakukannya undang-undang. Kala itu Presiden Soekarno mengerti betul apa arti pangan dan pajak tersebut bagi kemalmuran sebuah bangsa.

Kenyataaannya kini, mereka semakin terbangkalai kurang mendapatkan perhatian. Petani, nelayan, hingga peternak tercekik akibat mahalnya bibit dan menurunnya pendapatan untuk mengembalikan modal akibat kalah bersaing dengan barang-barang impor. Lebih parahnya lagi, aparatur negara yang bekerja mengurusi pajak sebagai pendapatan negara malah kocar-kacir dikejar KPK karena diduga KORUPSI.

Semakin dekatnya PEMILU 2014 semoga menyadarkan kita, BANGSA INDONESIA untuk memberi perhatian lebih pada sektor vital ini. Demi menjaga stabilitas negara, kemajuan bangsa, dan derajat yang tinggi dimata dunia. Mungkin petani, peternak, hingga nelayan hanyalah rakyat kecil, namun apa yang mereka berikan pada negara atas jerih payahnya melebihi dari mewahnya kehidupan pejabat negara yang menikmati kuasa KORUPSI.

Pada akhirnya, atas argumentasi saya, rekan saya tersebut mundur. Bahwa usulan ttg "ketahanan pangan" tersebut kurang pas untuk tema "Rahasia SUPERSEMAR". Usulan tersebut lebih pas untuk tema "erosi kredibilitas" yang terbit pada edisi ini. sayang ia telat. hehehehehe

Padahal kalo ide itu muncul lebih awal akan lebih bagus, kredibilitas pemerintah terhadap ketahanan pangan guna menjaga stabilitas negara.

toh seengganya inspirasi berawal dari imaji 

Senin, 26 November 2012

Sore di Tepi



Kali ini beda, ditemani biru yang terbias jingga
Tenang, mengamati partikel menari di kelopak mata
Membuatku terbuai dalam duka
Ketika dunia begitu menakutkan untuk manusia

Kali ini beda, aku hanya sendiri bersandar di tepi
Berkawan dengan waktu untuk sebuah perenungan
Inginku menatap dalam kejernihan
Melihat dunia tanpa rasa takut dalam hati

Kali ini beda, senyum tergambar lebih mungil
Masih hangat dalam ingatan ketika manusia tunggang-langgang
Dihantui ketidakpastian bencana yang akan datang
Mereka lupa akan mati, hanya tuhan yang abadi

Kamis, 07 Juni 2012

Pandora


Kembali pada dunia mimpi. Ketika perdamaian hanya sebuah imaji. Indonesiaku kini diselimuti api dengki. Penguasa berkonspirasi sana-sini agar  kepentingannya terpenuhi. Tangan-tangan jahanam penuh kemunafikan menjalar hingga titik terpencil nurani.

Nurani tak lagi menjadi tolak ukur sebuah nilai kehidupan. Berbagai cara setan dilakukan demi tercapainya sebuah kepentingan. Kehidupan kini harus dicerna lebih dalam oleh akal pikiran. Kejahatan terbalut baju zirah perjuangan. Kebaikan disingkirkan hingga ke relung paling dalam luasnya lautan. Lautan drama kehidupan.

Organisasi masyarakat yang mengusung tinggi nama sebuah agama semakin gemar merusak diskotek di berbagai wilayah Indonesia. Merusak rumah-rumah peribadatan sahabat beda agama menjadi hobi baru para anggotanya. Bahkan, tangan-tangan mereka tak sungkan menghantam kerasnya kepala seorang waria.

Apa mereka tidak berpikir bahwa waria juga manusia yang memiliki kesamaan hak?

Bagai kotak Pandora yang mematikan ketika diungkap sebagai fakta. Media tak pernah berhasil menuntaskan investigasi untuk membongkar kenyataan dibalik tebalnya baju zirah mereka.

Permusuhan antar umat beragama kian marak di bumi pertiwi kini. Individu bagai tak pernah menelan pil kewarganegaraan saat duduk dibangku sekolah dasar. Nila-nilai moral terbangkalai, perjudian dipertontonkan, dan kemunafikan menjadi makanan sehari-hari yang disajikan sangat menarik oleh media.

Inikah Indonesia yang diimpikan oleh para pendiri bangsa?

Inikah Indonesia yang diperjuangkan oleh beragam suku, ras, dan agama kala itu?

Inikah Indonesia yang tercipta atas semboyan Bhineka Tunggal Ika?

Rabu, 06 Juni 2012

Dibalik caci



Imaji tiada mati ketika pikiran dipaksa kata hati untuk memaki
Memaki sama dengan negatif? Kata siapa?
               
Kini makian telah menjadi acuan untuk menegur si pendosa, seorang yang telah buta, tuli, bahkan bisu untuk berinteraksi dengan darah sendiri.
               
                Dia yang telah buta takkan melihat pekatnya darah
                Dia yang tuli takkan mendengar bagaimana darahnya mengalir
                Dan dia yang bisu takkan pernah berusaha untuk memperbaiki

Lantas apa yang bisa dilakukan kini?
Hanya suara hati dan kebesaran Tuhan dapat menghakimi
Untaian kata sangat berarti bagi mereka yang terdzolimi
Semoga semua berakhir indah pada waktunya, ketika bulan bercengkrama dengan matahari
Tiada henti...