Jumat, 11 November 2011

Namanya Juga Imajinasi


Hidup itu harus penuh dengan pikiran positif. Tanpa pikiran yang positif kita ga akan bisa menatap masa depan. Dan dengan pikiran yang positif itu pula kita menyusun rencana untuk melakukan perubahan hari demi hari.

waduuhh bingung ni mao nulis apa! Korban mata kuliah Pengantar Teknologi Multimedia memaksa saya untuk membuat blog!! hhhaaaa



Naaahhh gini aja sebelum lebih jauh ngomong ngalorngidul lebih baik memperkenalkan diri dulu. Kan ada pepatah bilang kalo "tak kenal maka tak bisa ngutang!".hahaha
Gua Mochammad Faisal Al-Kahfi tapi dari jaman SD udah dipanggil "icank" itu juga guru yang ngasih nama, katanya tampang gua yang keren ini sebenernya "cangak" maka lahirlah nama "icank" tersebut yang artinya Isal Cangak!

Waktu berputar, hari berganti, dan kalenderpun dibalik. Sampai saat ini masih dipanggil icank. Ada juga hal konyol gara-gara nama itu gua dibilang sombong, soalnya ada pas SMA pernah ketemu sama temen waktu bocah manggil "faisal" tapi gua ga nengik gara-gara keseingan dipanggil icank jadi lupa nama pemberian mama papa tercinto kalo kata orang Minang.

Okeee selanjutnya, berzodiak LEO ada yang bilang "keras kepala, egois, kalo ada maonya ga bisa dilawan, oprimis, emosian" tapi ya itulah kurang lebihnya tergantung gimana kita memandang hal tersebut.

apaaa lagi yaaa??
Gini emang kalo biasa bikin qoute tapi harus nulis panjang lebar jadi bingung mao nulis apa!




Oiyeee! ini motivasi hidup yang menurut gua bagus kalo diucapkan saat membuka mata dan menikmati mentari dunia. "Lakukan apa yang bisa lu lakukan hari ini" , Kata-kata ini emang paling bagus buat semangat pagi, karena kita merencanakan hari dari pas "melek" mata supaya hari-hari kita itu terencana dan ga keluar jalur, ya seengganya ga terlalu menyimpanglah dari rencana awal! hahaha mulai ga jelas.



Hidup harus punya tujuan! Mulai dari hal kecil! Dan semakin lama pasti kita akan semakin matang untuk menaklukan dunia!!!

Minggu, 23 Oktober 2011

Hei Orang Tua !

Awan mendung di pagi itu, mengingatkanku pada seseorang. Seorang tua renta yang selalu ceria dikala aku mengunjunginya. Seorang tua renta yang selalu berbohong di hadapanku dikala sakit. Seorang tua renta yang tak pernah mengeluh atas kondisi kesehatannya.
Setahun bukanlah putaran waktu yang sebentar untuk menunggu kedatanganku. Tetapi, ia selalu sabar menunggu, menunggu, dan menunggu meski tak tentu kapan tiba waktu untuk bertemu.
Hamparan hijaunya sawah seakan menyejukan hati untuk sejenak, ya walau hanya sejenak. Setelah itu bayangmu kembali merasuk dalam benakku. Menyesak kedalam ruang hati ini, hingga uraian air mata mengalir dengan sendirinya. Mengapa kau pergi begitu saja, padahal aku selalu menunggu akhir tahun itu tiba untuk bertemu denganmu, wahai orang tua.
Semua kenangan tiba-tiba saja terbayang dalam ingatan. Ketika kau menggendongku, menghiburku ketika aku menangis, menemani hingga aku pergi ke dunia mimpi, dan mengajari bagaimana seharusnya berdiri dipucuk dunia.

Kesalahan besar bagiku. Saat tubuhmu mulai lemah tergerus penyakit usia, aku tak ada disampingmu. Saat kau mulai memanggil nama semua anakmu agar berkumpul dalam rumah bagonjong tuamu itu, aku satu-satunya nama cucu yang kau sebut. Tetapi, aku tak hadir disana. Jarak, memang satu-satunya alasan penting mengapa aku tak hadir disaat genting itu. Padang dan Jakarta, suatu tempat berbeda dimana kita berpijak.
Pada saat ibu dan saudara-saudaranya hendak berangkat ketempatmu, aku hanya terdiam. Terdiam memandang pesawat yang ditumpangi ibu. “mengapa aku tak diizinkan ikut?”, “mengapa aku memiliki kewajiban yang mengharuskanku tidak bertemu dengamu?”, “aku ini cucumu, seorang bocah yang paling kau sayangi!”, “itu kata-kata yang selalu kau ucap dihadapan semua orang.”, umpatku dalam hati. Tapi biarlah, kini aku masih bisa mendoakanmu dari sudut kamarku.

Hingga setengah tahun berlalu dan mengantarkanku kesini. Sepi, sunyi, dan sesal yang aku rasakan ditempat ini. Pandanganku kosong, hanya terpaku pada sebuah batu yang mengukir nama kebesaranmu. Terpandang dikejauhan sekumpulan batu kali. Bergegas aku menghampirinya. Selintas terpikirkan olehku untuk memperbaiki peristirahatan terakhirmu itu. “SSSRRRAAAAKKKKK”, tak sadar aku terperosok ke jurang yang tidak begitu dalam.
Wanginya melati menguasai indera penciumanku, terus, terus, dan terus hingga menyesak kedalam paru-paru. Buram, satu hal yang pertama kali terpikirkan olehku. Sosokmu mulai terlihat dikejauhan dan semakin mendekat ketika aku berusaha melihat dengan jelas. Entah itu benar atau tidak, tiba-tiba kau menghampiriku dan berusaha menolongku. Kau membopong tubuhku ke suatu tempat tidak asing dalam ingatanku. “Maaf aku pergi lebih cepat.”. Kata-kata itu sontak menyadarkanku, kembali air mata ini terurai. Ya, kau telah membopongku ke tempat semula. Tempat dimana pandanganku mulai kosong, tempat dimana aku menyesali kesalahan terbesarku atasmu. Diatas gundukkan itu aku kembali berdoa untukmu. Mengenangmu semua jasamu, mengingat semua senyum dan tawamu, dan memahami semua kata-katamu yang kau hadiahkan khusus untukku.

Mulai kuberdiri dan melangkah pulang. Jalan setapak itu kembali kulalui untuk menemui jalan utama yang mengarah ke rumah bagonjong tuamu. Tidak begitu jauh, tetapi dengan menyimpan kesedihan dan penyesalan diatas pundak ini jalanku terasa sangat jauh. “Malam ini aku akan tidur di ranjang reyot kegemaranmu, persis dimana kau sering menidurkanku sewaktu kecil dulu.”, terbesit pikiran itu dalam benakku untuk mengurangi semua beban hati ini.
Hei orang tua, tenanglah kau disana, bersemayam ditempat yang terbaik disisi-Nya. Selalu doakan aku darisana dan tersenyumlah, pandangi aku yang terus berusaha untuk menjadi manusia kebangganmu.


Dedicated to You, Amir ST. Mudo