Senin, 26 November 2012

Sore di Tepi



Kali ini beda, ditemani biru yang terbias jingga
Tenang, mengamati partikel menari di kelopak mata
Membuatku terbuai dalam duka
Ketika dunia begitu menakutkan untuk manusia

Kali ini beda, aku hanya sendiri bersandar di tepi
Berkawan dengan waktu untuk sebuah perenungan
Inginku menatap dalam kejernihan
Melihat dunia tanpa rasa takut dalam hati

Kali ini beda, senyum tergambar lebih mungil
Masih hangat dalam ingatan ketika manusia tunggang-langgang
Dihantui ketidakpastian bencana yang akan datang
Mereka lupa akan mati, hanya tuhan yang abadi

Kamis, 07 Juni 2012

Pandora


Kembali pada dunia mimpi. Ketika perdamaian hanya sebuah imaji. Indonesiaku kini diselimuti api dengki. Penguasa berkonspirasi sana-sini agar  kepentingannya terpenuhi. Tangan-tangan jahanam penuh kemunafikan menjalar hingga titik terpencil nurani.

Nurani tak lagi menjadi tolak ukur sebuah nilai kehidupan. Berbagai cara setan dilakukan demi tercapainya sebuah kepentingan. Kehidupan kini harus dicerna lebih dalam oleh akal pikiran. Kejahatan terbalut baju zirah perjuangan. Kebaikan disingkirkan hingga ke relung paling dalam luasnya lautan. Lautan drama kehidupan.

Organisasi masyarakat yang mengusung tinggi nama sebuah agama semakin gemar merusak diskotek di berbagai wilayah Indonesia. Merusak rumah-rumah peribadatan sahabat beda agama menjadi hobi baru para anggotanya. Bahkan, tangan-tangan mereka tak sungkan menghantam kerasnya kepala seorang waria.

Apa mereka tidak berpikir bahwa waria juga manusia yang memiliki kesamaan hak?

Bagai kotak Pandora yang mematikan ketika diungkap sebagai fakta. Media tak pernah berhasil menuntaskan investigasi untuk membongkar kenyataan dibalik tebalnya baju zirah mereka.

Permusuhan antar umat beragama kian marak di bumi pertiwi kini. Individu bagai tak pernah menelan pil kewarganegaraan saat duduk dibangku sekolah dasar. Nila-nilai moral terbangkalai, perjudian dipertontonkan, dan kemunafikan menjadi makanan sehari-hari yang disajikan sangat menarik oleh media.

Inikah Indonesia yang diimpikan oleh para pendiri bangsa?

Inikah Indonesia yang diperjuangkan oleh beragam suku, ras, dan agama kala itu?

Inikah Indonesia yang tercipta atas semboyan Bhineka Tunggal Ika?

Rabu, 06 Juni 2012

Dibalik caci



Imaji tiada mati ketika pikiran dipaksa kata hati untuk memaki
Memaki sama dengan negatif? Kata siapa?
               
Kini makian telah menjadi acuan untuk menegur si pendosa, seorang yang telah buta, tuli, bahkan bisu untuk berinteraksi dengan darah sendiri.
               
                Dia yang telah buta takkan melihat pekatnya darah
                Dia yang tuli takkan mendengar bagaimana darahnya mengalir
                Dan dia yang bisu takkan pernah berusaha untuk memperbaiki

Lantas apa yang bisa dilakukan kini?
Hanya suara hati dan kebesaran Tuhan dapat menghakimi
Untaian kata sangat berarti bagi mereka yang terdzolimi
Semoga semua berakhir indah pada waktunya, ketika bulan bercengkrama dengan matahari
Tiada henti...

Ruang Awal


Berdiri kokoh sebuah pintu yang penuh dengan gambar dan coretan masa lalu. Penuh kenangan dan cerita-cerita menarik seiring berjalannya waktu. “Maaf Bukan Jalan Umum” sebuah tulisan berwarna putih pada papan kecil berwarna merah yang menyita perhatian ketika melihat pintu tersebut. Papan kecil itu berasal dari sebuah pom bensin di daerah Bandar Lampung hasil dari kenakalanku di masa itu.

Saat pintu itu dibuka tercium aroma apel dari sebuah pengharum ruangan yang bercampur dengan aroma khas rokok putih. Meskipun sudah 2 bulan tidak merokok, namun aromanya masih bertahan di ruangan ini. Warna cokelat muda yang semakin lusuh termakan usia memenuhi ruangan ini. Di tembok sebelah kiri terdapat beberapa poster, yaitu seorang Valentino Rossi, grup music Linkin Park, dan klub sepakbola Arsenal. Tidak lupa beberapa poster kaligrafi khas Saudi Arabia yang dipercaya untuk mengusir setan.

Detak putaran waktu mulai terdengar dari sudut ruangan. Diapit oleh beberapa gambar denah rumah hasil coba-coba tangan sendiri menghiasi jam dinding tersebut. “aaaahhhhhh” semua itu bagai menyejukkan jiwa ketika merebahkan diri ke kasur tanpa dipan yang terletak di bagian kiri ruangan ini.

Merenggangkan badan dan menoleh ke sebelah kanan menatap lemari setinggi 2 meter seakan memanggil sedari masuk ruangan tadi. Terdapat beberapa catatan kecil yang berisi tugas kuliah untuk minggu ini. “DESKRIPSI KAMAR. PENULISAN FEATURE. MAS IBEN. KUMPULIN VIA E-MAIL.” Tulisan itu bagai puting beliung yang dating tanpa permisi dan menyerbu kesejukkan ruangan ini.

Segera aku membuka jendela untuk menghirup udara segar. Suara gemercik air dari sebuah kolam ikan yang terdapat di depan ruangan ikut menjernihkan pikiran. Aku nyalakan speaker aktif yang disambungkan pada laptop untuk mendendangkan lagu-lagu. Diam sejenak serta merenung adalah kegemaramku sebelum mengerjakan sesuatu. Setelah inspirasi itu muncul, langsung aku tumpahkan pada laptop ini. dan semua itu terjadi pada ruangan ini, ruangan pemimpi.

Sebuah ruangan yang dihuni oleh seorang yang hidup dari mimpi. Setidaknya ia masih bisa hidup meskipun hanya dalam sebuah mimpi. Tidak memilih mati tanpa harga diri. Lebih baik mati muda memperjuangkan ibu pertiwi.

Selasa, 21 Februari 2012

Berawal dari Mimpi

“Ga usah mimpi jadi Jurnalis kalo lu ga pernah nulis!”

Sebuah kata-kata cambukan yang menggerakkan hati gw (pada akhirnya).
Ya, gw emang seorang yang cukup optimis dengan apa yang pengen atau sedang gw jalanin. Namun, pada dasarnya gw masih seorang mahasiswa biasa. Seorang yang masih bergelut dengan suatu penyakit yang disebut “Kanker Malas”.

Sebenernya banyak pikiran, ide, maupun gagasan yang udah gw coba diskusiin sama temen2 seperjuangan, dan feedback mereka pun cukup baik. Tapi, semua balik pada masing-masing individu. “Kanker Malas” itu semakin menggoroti, banyak hal yang terealisasi.

Okeee kembali pada masalah awal…
hhhmmmmmm” “bingung” “engga tau”
Berbagai macam kata yang menuju keputusasaan terus mengelilingi otak ketika pertama kali berusaha untuk menulis. Semua itu bukan sebuah masalah, melainkan sebuah tantangan yang harus ditaklukan.

Kalo bukan sekarang kapan lagi?

Suatu perbuatan baik itu jangan ditunda, LAKUKAN SEKARANG ATAU TIDAK SAMA SEKALI!!

Semua ini bukan datang secara instan, tapi berdasarkan kemauan. Apa yang kita pikirkan coba untuk direalisasikan, apa yang kita mimpikan coba untuk menjadi kenyataan, bukan hanya sebuah perkataan tapi coba untuk diwujudkan melalui tindakan.

Berjuang melawan kemalasan, berjuang melawan lingkungan, dan berjuang untuk sebuah masa keemasan.

Berawal dari hal kecil, melawan “kanker malas” dalam diri sendiri. COBA untuk terus mengintrospeksi diri sendiri. Renungkan apa yang telah gw lakuin hari ini.

Berjuang melawan lingkungan, bukan berarti gw harus meninggalkan kawan. Tapi COBA mewarnai lingkungan tersebut dengan suatu yang baru, suatu yang lebih positif.

Berjuang untuk sebuah masa keemasan, percaya bahwa suatu saat nanti gw pasti bisa mencapai tujuan, cita-cita, dan apapun itu namanya yang selama ini selalu gw MIMPIkan.